City Branding, Representasi Kotakah?
Keywords:
City Branding, Representasi Kota, Semiologi, UrbanAbstract
Branding yang semula digunakan untuk memasarkan sebuah produk barang dan jasa saat ini digunakan untuk memasarkan sebuah wilayah baik tingkat daerah maupun negara. Branding dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak dalam upaya menumbuhkan citra dari sebuah kota. Kebijakan dalam upaya membangun city branding merupakan strategi komunikasi dalam ranah publik yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini adalah pemerintah daerah. Kebijakan publik merupakan fenomena yang kompleks dan dinamis, hal ini dapat dikaji dari berbagai disiplin ilmu. Berangkat dari kegelisahan penulis secara pribadi ketika melihat banyaknya “monumen” berupa logo sebuah kota. Penulis menelusuri jejak-jejak yang berkaitan dengan keberadaan logo-logo tersebut. Maka tercetuslah city branding, City branding mulai menjadi popular dan terlihat gaungnya ketika bermunculan dengan maraknya kompetisi brand lainnya. Namun di satu sisi, terjadi kegelisahan ketika melihat beberapa city branding yang menurut opini pribadi tidak mewakili representasi sebuah kota. Penyelusuran data melalui dokumen digital menjadi landasan penelitian dengan pendekatan konsep dari Barthes sebagai pisau bedah analisis. Dari penelusuran dan analisis itu Penulis mendapatkan perspektif baru bahwa city branding adalah “leksikonnya” penguasa dan menjadi penanda kosong. City branding hanya mereduksi “identitas” yang menjadi representasi kota itu. Persoalan city branding perlu diposisikan ulang dalam kita membicarakan kota dan membahasakannya.